Sunday, December 4, 2011

Service Makes Attitude

Service? Kata yang lazim bukan? Tentunya kita semua sudah tahu service jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah berarti layanan. Lalu jika ditanya lebih lanjut, apakah layanan itu? bagaimana jawabnya? (jangan konyol kembali menjawab dengan service yah). Bagi saya layanan itu adalah sebuah perlakuan dari kita terhadap orang lain yang memberikan kebaikan bagi orang tersebut (kebaikan terkecilnya ialah kita menolong orang tersebut dalam berbuat sesuatu, mengambil minum misalnya). Namun, dalam kesehariannya kata layanan itu cenderung terkonotasi dengan perlakuan yang wajib diberikan oleh "subjek" kepada "objek".

Layanan pasti terjadi dalam diri kita setiap harinya mulai dari di rumah, sekolah, tempat kerja, tempat umum, sampai di jalanan sekalipun. Lalu apa bedanya layanan yang terjadi di rumah dengan yang di luar rumah? Pelayanan di dalam rumah bisa berupa pelayanan dari orang tua kepada anak ataupun sebaliknya atau pelayanan antar sesama saudara, contohnya ya itu tadi, mengambilkan minum misalnya, menutupkan pintu, menyediakan makanan atau membelikan sesuatu. Kalau pelayanan di luar rumah bisa seperti pelayanan antar guru dengan murid, atasan dengan bawahan kerja, aparat negara dengan masyarakat atau lembaga dengan masyarakat.

Nah kemudian attitude itu apa? Attitude adalah kata dalam bahasa Inggris yang dalam bahasa Indonesia nya berarti sikap. Panjangnya, attitude itu adalah gaya seseorang dalam berperilaku yang sudah mendasar dalam dirinnya yang sudah menjadi karakteristiknya. Tapi bedakan dengan sifat yah. Sikap tidak "tumbuh" seperti sel dalam tubuh kita melainkan terbentuk dari keseharian dan lingkungan.

Lalu apa hubungannya service dengan attitude? Pertama saya akan mengatakan, "yap, service dan attitude mempunyai hubungan". Dan sebagai pertanggungjawaban untuk kejelasannya simak dalam "pengakuan" saya berikut ini :)

Sudah 17 bulan saya bekerja di bidang perbankan. Kalian tahu kan bank berinteraksi dengan siapa? Nasabah! Dan nasabah itu siapa? Nasabah itu sesungguhnya hanya masyarakat pada umumnya hanya saja ketika berinteraksi dan bertransaksi dengan bank dia berganti status menjadi nasabah. Antara bank dengan nasabah sudah tentu diharapkan terjadi sesuatu yang menguntungkan antara satu sama lain. Bank sebagai penyedia jasa (pemberi layanan) dan nasabah sebagai pemakai jasa (penerima layanan). Walau sesungguhnya nasabah itu relatif menghampiri bank dengan sendirinya bukan dijemput (iklan dan nama baik hanya stimulus bagi nasabah dalam memilih bank), yah memang sih, sebagian memang nasabah yang dijemput tapi  tetap saja kan bank memperlakukan mereka semua dengan manis?

Semua karyawan bank dituntut untuk bersikap helpful dan berperilaku baik dalam lingkungan kerja melayani nasabah, separah apapun sikap dan tingkat sosial dari nasabah tersebut, dan itu termasuk saya. Diawali dengan greetings, dilanjutkan dengan menawarkan bantuan, dijaga dengan kesopanan dan ditutup dengan terima kasih!

Sifat setiap nasabah berbeda-beda itu sudah jelas dan tutur kata masing-masing individu juga berbeda-beda tergantung suku, lingkungan dan latar belakang. Sudah sangat lumrah bagi kami karyawan bank untuk mengucapkan kata maaf walau sesungguhnya sedang tidak terjadi kesalahan dari kami tapi kami dengan tulus berucap maaf untuk menjaga kesopanan yang mungkin saja dapat menimbulkan rasa terganggu bahkan tersinggung bila tidak diucapkan. Sekalipun nasabah itu sendiri yang melakukan kesalahan dan dalam niat baik kami untuk memberikan kebenaran tetap disertai dengan sepotong kata maaf. Dan tahukah anda bahwa kami tidak diperkenankan untuk menunjuk dalam memberitahu. Awamnya jika ditanyakan tempat akan sesuatu kita pasti memberitahu dengan cara menunjuk ditempat yang ditanyakan (meski orang jawa menggunakan jempol bukan telunjuk, tetap saja itu menunjuk yah :p) tapi tidak oleh kami karyawan bank, kala menunjuk kami menggunakan kelima jari dengan memposisikan telapak tangan keatas layaknya sedang mempersilahkan (terkadang malah nasabah menyambut tangan kami dan menyalaminya sebelum sempat menyadari bahwa kami sedang menunjuk memberitahukan bukannya mengajak berkenalan :p).

Nah kami ini karyawan bank juga bermula dari masyarakat umum. Orang awam yang dengan keseharian jarang menyisipkan kata maaf dalam bertutur kata (kecuali berbuat salah) dan selalu menunjuk dengan jari telunjuk. Pada awalnya perubahan kultur sopan ini cukup menyiksa dan merisihkan sampai lambat laun hal itu menjadi biasa dan melekat pada kami menjadi gaya berperilaku bukan hanya di dalam lingkungan kerja bukan hanya dengan nasabah tapi juga di luar lingkungan kerja dengan setiap orang yang kami temui. Berawal dari service berakhir dalam attitude.